Ketika Real Madrid Tersangkut Dana APBD

Standard

Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub sepakbola sempat menimbulkan kehebohan di Indonesia beberapa tahun lalu. Pengalokasian dana bantuan dari APBD ke sejumlah klub ini dinilai tidak tepat. Pasalnya, yang namanya bantuan, tentu tidak bisa diberikan terus menerus tiap tahun. Begitu alasan penolakan penggunaan APBD untuk klub sepakbola. Aturan yang melarang pemberian dana APBD ke klub sepakbola pun akhirnya diterbitkan. Implikasinya, tak sedikit klub yang biasa menikmati dana itu menjadi morat marit keuangannya.

Nah, isu dana APBD untuk klub sepakbola ternyata hangat juga di Uni Eropa. Bahkan, hingga saat ini. Sejumlah klub-klub besar disinyalir menerima dana bantuan dari APBD kota mereka berasal. Salah satu yang sedang diusut adalah Real Madrid. Kenapa saya ambil contoh Real Madrid? Pertama, karena Real Madrid adalah sebuah klub yang cukup besar dan langganan juara Liga Champion. Kedua, sebenarnya simpel, karena kasus Real Madrid ini dibahas di kelas European Law yang saya ikuti.

Oke, pertama, mari kita bahas dahulu kedudukan dana APBD untuk klub sepakbola dalam konteks Uni Eropa. Pada prinsipnya, penggunaan dana APBD untuk klub sepakbola dilarang, mengacu ke Pasal 107 ayat (1) Treaty on the Functioning of the European Union (TFEU). Sebenarnya, aturan tersebut tidak spesifik berbicara untuk klub sepakbola, tetapi untuk pelaku usaha secara keseluruhan dalam konteks rezim hukum persaingan usaha.

Pasal 107 ayat (1) berbunyi, “Save as otherwise provided in the Treaties, any aid granted by a Member State or through State resources in any form whatsoever which distorts or threatens to distort competition by favouring certain undertakings or the production of certain goods shall, in so far as it affects trade between Member States, be incompatible with the internal market.”

Kira-kira maksud dari bunyi pasal itu adalah segala bantuan dari negara (lingkupnya bisa pemerintah pusat maupun daerah) dalam bentuk apapun yang bisa mendistorsi atau mengancam persaingan usaha karena menguntungkan pelaku usaha tertentu dinyatakan bertentangan dengan prinsip internal market. Sebagai informasi, “internal market” merupakan salah satu inti dari integrasi Uni Eropa, sehingga Uni Eropa sangat menjaga agar “internal market” tidak diganggu gugat.

Sebenarnya, Pasal 107 ayat (1) TFEU ini tidak berdiri sendiri. Pasal 107 ayat (2) dan ayat (3) mencantumkan pengecualian-pengecualiannya,seperti bantuan untuk bencana alam, bantuan untuk kegiatan yang berkarakter social dan sebagainya. Kalau mau lihat lebih lengkap apa saja pengecualiannya, oke saya copy paste isi Pasal 107 ayat (2) dan ayat (3) TFEU itu, tapi di-translate sendiri ya.

Pasal 107 ayat (2):

The following shall be compatible with the internal market:

(a) aid having a social character, granted to individual consumers, provided that such aid is granted without discrimination related to the origin of the products concerned;

(b) aid to make good the damage caused by natural disasters or exceptional occurrences;

(c) aid granted to the economy of certain areas of the Federal Republic of Germany affected by the division of Germany, in so far as such aid is required in order to compensate for the economic disadvantages caused by that division. Five years after the entry into force of the Treaty amending the Treaty on European Union and the Treaty establishing the European Community, the Council, acting on a proposal from the Commission, may adopt a decision repealing this point.

Pasal 107 ayat (3)

The following may be considered to be compatible with the internal market:

(a) aid to promote the economic development of areas where the standard of living is abnormally low or where there is serious underemployment and of the regions referred to in Article 349, in view of their structural, economic and social situation;

(b) aid to promote the execution of an important project of common European interest or to remedy a serious disturbance in the economy of a Member State;

(c) aid to facilitate the development of certain economic activities or of certain economic areas, where such aid does not adversely affect trading conditions to an extent contrary to the common interest.

(d) aid to promote culture and heritage conservation where such aid does not affect trading conditions and competition in the Union to an extent that is contrary to the common interest;

(e) such other categories of aid as may be specified by decision of the Council on a proposal from the Commission.

Nah, jadi udah ada gambaran kan? Jadi, bantuan negara (baik dari APBN maupun APBD) untuk pelaku usaha di negara-negara anggota Uni Eropa itu dilarang karena pada intinya bisa menghambat persaingan usaha di antara mereka. Yang dimaksud sebagai pelaku usaha di sini termasuk juga klub sepakbola karena sepakbola telah menjadi industri.

Sebagai ilustrasi, di sebuah kota ada dua klub. Misalnya, Kota Madrid yang bercokol dua klub, Real Madrid dan Atletico Madrid. Kalau Walikota hanya mengalokasikan dana APBD untuk Real Madrid, maka itu bsia merusak iklim persaingan usaha antar klub-klub tersebut. Itu baru level kota, belum ditarik ke level yang lebih tinggi seperti negara.

Dari Real Madrid Hingga PSV Eindhoven  

Oke, setelah paham konsep larangan State Aid di Uni Eropa, maka kita kembali ke kasus yang sedang hangat dan masih diusut oleh Komisi Eropa. Kasus yang menjerat Real Madrid. Kasus ini bermula dari rencana perluasan stadion Santiago Bernabeu. Singkat cerita, terjadi tukar guling tanah antara Real Madrid dan Pemerintah Kota Madrid. Pemkot memberikan lahan kepada Real Madrid yang senilai kira-kira 500 ribu euro pada 1998. Lahan ini nilainya terus bertambah. Hingga mencapai 22 juta Euro pada 2011.

Real Madrid tentu mendapat keuntungan dengan kenaikan harga itu. Namun, apakah ini termasuk bantuan negara yang dikhawatirkan akan mengancam persaingan usaha yang sehat sebagaimana dilarang oleh Pasal 107 TFEU? Komisi Eropa masih mengusut kasus tersebut hingga saat ini.

Ternyata, bukan hanya Real Madrid yang sedang tersangkut kasus bantuan negara ini. Ada banyak klub sepakbola yang dinilai “bermain api” dengan bantuan-bantuan tersebut. Kalau nggak percaya, coba googling aja. Nah, uniknya, kadang-kadang klub sepakbola atau Pemkot sendiri yang berdalih bahwa “ini bukan bantuan dari negara” ketika memperoleh dana dari APBD. Argumen yang jelas-jelas sangat konyol.

Professor yang mengajar di kelas saya bercerita. Di suatu sore, dia sedang mengendarai mobil sambil mendengar radio. Ada berita berisi konferensi pers dari perwakilan Pemkot Eindhoven. Sang perwakilan menyatakan bahwa dengan bangga mereka telah menjalin kerja sama 37 juta euro dengan PSV Eindhoven. Dan sang perwakilan Pemkot itu berkata, “Saya dengan senang hati mengumumkan ini, dan ini bukan bantuan negara.”

Lalu, Professor pun bercerita “alarm” di kepalanya langsung berbunyi ketika mendengar itu. Ya, jelaslah ini bantuan negara, walaupun si orang Pemkot itu membantahnya. Apalagi, setelah itu, cerita selanjutnya, PSV Eindhoven langsung belanja pemain sebesar 27 juta Euro, tiga hari setelah pengumuman dari Pemkot Eindhoven itu disiarkan.

Professor kasih nasehat. Bila kalian kelak jadi lawyer dari klub atau Pemkot yang terjerat kasus bantuan negara dalam konteks Uni Eropa, jangan panik. Nggak usah bikin statement yang konyol bahwa itu bukan “bantuan negara”, padahal sebenarnya iya. Fokus pada pembelaan bahwa apakah “bantuan negara” itu ada pengecualian sebagaimana diatur Pasal 107 ayat (2) dan (3) atau “bantuan negara” itu dapat dijustifikasi.

Lima Elemen

Untuk membuktikan adanya “bantuan negara” bisa dilihat dari lima elemen. Pertama, adakah keuntungan yang diterima oleh pelaku usaha dari batuan negara itu? Keuntungan ini bisa dalam bentuk apa saja, tidak melulu dalam bentuk uang. (Catatan: Penjelasan mengenai konsep “keuntungan” ini sangat panjang, ada yurisprudensi kasus Altmark dan teori Private investor test, yang nggak mungkin dijelaskan secara panjang lebar di sini. Kalau butuh penjelasan, silakan tanya di kolom komentar artikel ini ya biar saya jelaskan lebih lanjut).

Kedua, yang memberikan bantuan adalah negara atau melalui sumber daya negara. Yang dimaksud sebagai negara ini, bisa pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bahkan, BUMN juga termasuk ke dalam pengertian di atas. Selain itu, badan private yang ditunjuk oleh negara untuk mengelola sumber daya juga masuk ke dalam pengertian di atas (lihat kasus Van Der Kooy). Jadi, mereka yang disebutkan di atas, bila kasus dana bantuan, bisa masuk ke dalam kategori “bantuan negara”.

Ketiga, selektif. Bantuan yang diberikan bersifat selektif, atau kepada pelaku usaha tertentu saja. Kalau bantuan diberikan kepada semua pelaku usaha secara merata, itu tentu tidak akan melanggar iklim persaingan usaha yang sehat. Keempat, apakah ada dampaknya terhadap perdagangan antar negara Uni Eropa? Kelima, apakah bantuan negara itu mendistorsi iklim persaingan usaha? Oh iya, “bantuan negara” ini juga ada ambang batasnya. Bila bantuannya hanya sebesar 200 ribu euro selama tiga tahun fiscal itu tidak masuk ke dalam kategori “bantuan negara” (De Minimis, Pasal 3 Regulation 1407/2013).

Nah, bila semua element itu sudah terpenuhi, apakah sudah bisa dinyatakan melanggar Pasal 107 ayat (1) TFEU yang disebut di atas. Eits, nanti dulu. Sekali pun itu dinyatakan sebagai “bantuan negara” itu tetap diperbolehkan bila memang termasuk ke dalam pengecualian Pasal 107 ayat (2) dan (3) TFEU. Ada juga pengecualian yang diatur di Commission Regulation No.651/2014 yang dikenal dengan sebutan Block Exemption Regulation.

Agar tidak terjerat “bantuan negara” sebenarnya sudah ada prosedur yang disediakan oleh TFEU, yakni melalui Pasal 108 ayat (1) dan Pasal 108 ayat (3). Bila Pasal 108 ayat (1) berlaku untuk “bantuan negara” yang sedang berjalan, sedangkan Pasal 108 ayat (3) berlaku untuk “bantuan negara” yang baru akan diberikan. Untuk kategori “bantuan negara” yang terakhir, pelaku usaha bisa melaporkan terlebih dahulu ke Komisi Eropa sebelum menerima bantuan itu. Lalu, Komisi Eropa akan menilainya dan menentukan apakah bantuan itu boleh diterima atau tidak.

Fiuh, ternyata penjelasannya panjang juga ya. Pasti kalian capek baca tulisan sepanjang ini. Saya juga capek nulisnya kok. Padahal tadi niatnya mau bahas Real Madrid aja, tapi malah ngalor ngidul kemana-mana. Oke, kita kembali ke Real Madrid. Sekali lagi, kasus Real Madrid ini memang terkesan lebih heboh. Padahal, Barcelona dan Valencia sebenarnya juga sedang diinvestigasi terkait kasus “bantuan negara” juga.

Lalu, kenapa Real Madrid yang terkesan lebih seksi? “If you attack Real Madrid, it means you attack Spain and the Royal Family,” demikian kata professor saya.